Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) menyebut kekebalan kelompok atau herd immunity di dalam negeri sulit tercapai pada akhir tahun ini. Untuk mencapai herd immunity pada akhir 2021, kata JK, diperlukan sekitar 400 juta suntikan vaksinasi ke masyarakat, tetapi saat ini baru sekitar 70 juta suntikan atau kurang lebih 17 persen. "Tentu rencananya ialah selesai akhir tahun, tapi ini sulit sekali dicapai. Sudah delapan bulan, kira kira per hari 250 ribu sampai 300 ribu (suntikan)," papar JK saat acara kerja sama Kadin Indonesia dan PMI tentang Pendonor Plasma Konvalesen, Rabu (4/7/2021).
Menurutnya, upaya mencapai kekebalan kelompok harus mendapat dukungan dari semua pihak, tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah saja. "Kita semua harus bersama sama, apa yang dilakukan Kadin dengan vaksin gotong royong. Bagaimana mempercepat? Tapi ternyata tidak semudah itu, karena vaksin ada tapi tenaga kesehatannya kurang, tempat kurang," paparnya. Lebih lanjut JK mengatakan, akan sulit menyeimbangkan antara ekonomi dengan kesehatan, karena permasalahan yang muncul adalah dari kesehatan.
Sehingga, JK pun meminta semua pihak harus bersama sama menjalankan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan 3T yaitu tracing, testing, treatment. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Intan Fauzi menyoroti program vaksinasi Covid 19 yang digaungkan pemerintah. Hingga kini, vaksinasi masih jauh dari target nasional.
Target Pemerintah untuk vaksinasi sebanyak 208 juta jiwa yang harus divaksin, setara 77 persen dari total penduduk Indonesia. Dikali dua dosis artinya, harus tersedia 416 juta dosis vaksin untuk Indonesia. Intan mengatakan, percepatan herd immunity vaksinasi merupakan bagian dari 'game changer' (pengubah keadaan). Sehingga pemerintah harus berupaya keras memenuhi kebutuhan vaksin dari mulai pengadaan, distribusi dan pelaksanaan imunisasi Covid 19 dengan alokasi anggaran khusus vaksin yang lumayan besar di tahun 2021 sebesar Rp 58 triliun.
"Pemerintah harus serius menangani kendala di lapangan, dan juga berupaya memenuhi kebutuhan vaksin. Harus ada percepatan vaksinasi secara nasional," kata Intan Fauzi dalam keterangannya, Senin (2/8/2021). Sebab, dicontohkan Intan, Jawa Barat provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, masuk dalam daftar rendah terkait pelaksanaan vaksinasi, masih sangat jauh dari target sasaran vaksinasi. Per 30 Juli data Kemenkes, warga Jawa Barat yang sudah divaksin dua dosis hanya 7,39 Persen atau 2.801.545 jiwa.
Demikian pula. dengan Jawa Tengah masih 9,66 persen atau 2.773.988. Tak jauh berbeda, Jawa Timur juga masih 9,80 persen atau 3.119.838. Yang tertinggi masih DKI Jakarta yakni 32,02 persen atau sebanyak 2.688.266 orang. "Sebelum distribusi ke seluruh wilayah Indonesia, Vaksin dibawa dan disimpan di Bio Farma yang berlokasi di Bandung, sehingga tentunya akses distribusi ke wilayah di Jawa Barat relatif lebih mudah dijangkau dan dekat, tetapi faktanya target vaksinasi Jawa Barat masih sangat rendah dibawah 10 persen, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah," ucap Intan. Pasalnya, Intan Fauzi melihat sejumlah Pemda akan menempatkan 'wajib vaksin' sebagai syarat untuk kegiatan di berbagai sektor baik bagi pelaku usaha, pegawai, dan pengunjung.
Wajib vaksin' juga akan diberlakukan sebagai syarat perjalanan transportasi darat jarak jauh, udara, dan laut, serta pelayanan administrasi publik. "Artinya Pemerintah harus memperluas akses vaksin bagi masyarakat tanpa kerumunan," kata lulusan Nottingham University Inggris ini. "Ini akan menjadi kendala untuk mobilitas orang terkait pekerjaan. Sementara mereka belum punya akses vaksin. Korelasi antara target vaksinasi itu masih sangat jauh, kendalanya bukan hanya ada beberapa masyarakat yang tidak percaya vaksin, tapi kendala lain juga pengadaan, distribusi dan pelaksanaan vaksinasi," lanjutnya.
Data Kemenkes Per 13 Juli terkait rencana pengadaan vaksin Sinovac hingga akhir tahun 2021 sebanyak 175.504.500. Namun dari jumlah itu, masih ada yang belum pasti diterima pemerintah RI (optional) sebesar 32.059.300. Kemudian, Pfizer 50 juta dengan pengadaan bertahap dari pertengahan tahun hingga akhir tahun 2021. Lalu, vaksin Novavax 50.000.000, Covax kerjasama multilateral 108.000.000 (potensial delay) pada bulan Juli Desember, artinya berpotensi tak masuk ke RI, AstraZeneca 20.000.000 untuk Juli Desember 2021 dan statusnya juga sama, potensial delay dan berbagai jenis vaksin lainnya.
Lewat paparan data tersebut, harus ada akselerasi vaksinasi program di tahun 2021. Intan menambahkan, belum lagi kini ada wacana dosis ketiga 'booster'. Meski baru diperuntukkan bagi tenaga kesehatan, berjalan lambat. Vaksin Gotong Royong (VGR) dengan produk Sinopharm dan Cansino yang diharapkan dapat membantu percepatan vaksinasi sehingga Permenkes dilakukan adendum PerMenkes Perubahan kedua no.10/2021 hanya menambah VGR sebanyak 20 juta dosis dan tidak masif terselenggara.
"Belum lagi ada wacana vaksin booster dan mix vaksin, serta mulai banyak masyarakat berpikir ingin dosis ketiga. Jangan sampai program vaksinasi menjadi tidak merata dari jumlah target penduduk yang harus di vaksinasi. Optimalisasi road map vaksinasi ini harus jelas," pungkasnya. Juru Bicara Vaksinasi Covid 19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan, sebanyak 3 juta ibu hamil ditargetkan menerima vaksinasi Covid 19. Sebelumnya Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat edaran perluasan sasaran penerima vaksin pada ibu hamil tertanggal 2 Agustus 2021.
Adapun kini jumlah total sasaran penerima vaskin bertambah menjadi 211 juta orang. Hal itu disampaikan Nadia dalam diskusi virtual PUAN Amanat Nasional, Kamis (4/8/2021). "Sebelumnya sasaran penerima adalah 208 juta orang dan ditambah dengan ibu hamil sekitar 3 juta orang jadi ada 211 sasaran vaksinasi Covid 19," ujar Nadia.
Diketahui Ibu hamil menjadi salah satu kelompok yang sangat berisiko apabila terpapar COVID 19. Dalam beberapa waktu terakhir, dilaporkan sejumlah ibu hamil yang terkonfirmasi positif COVID 19 mengalami gejala berat bahkan meninggal dunia. Upaya pemberian vaksinasi COVID 19 dengan sasaran ibu hamil juga telah direkomendasikan oleh Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI).
Dalam aturan tersebut juga menjelaskan bahwa vaksinasi bagi ibu hamil masuk dalam kriteria khusus. Oleh karenanya, proses skining/penapisan terhadap status kesehatan sasaran sebelum dilakukan pemberian vaksinasi dilakukan lebih detail dibandingkan sasaran lain. Format skrining pada kartu kendali untuk ibu hamil pun juga telah disiapkan oleh Kementerian Kesehatan. Vaksinasi bagi ibu hamil akan menggunakan jenis vaksin COVID 19 platform mRNA yakni Pfizer dan Moderna, serta vaksin platform inactivated Sinovac.
Tentunya akan disesuaikan dengan jenis vaksin yang tersedia di Indonesia. Dosis pertama vaksin COVID 19 akan mulai diberikan pada trimester kedua kehamilan, dan untuk pemberian dosis kedua dilakukan sesuai dengan interval dari jenis vaksin. Sama seperti pelaksanaan vaksinasi bagi sasaran lainnya, Pemerintah akan melakukan monitoring untuk mengetahui apakah ada efek samping yang muncul dari pemberian vaksin COVID 19 kepada ibu hamil ini.